Selasa, 29 April 2014

Di Balik Senyum Habib Munzir Al Musawa Saat Meninggal Dunia

Di Balik Senyum Habib Munzir Al Musawa Saat Meninggal Dunia

Di saat umat Islam Indonesia berduka kehilangan sosok ulama dan dai yang bersahaja seperti dirinya, rupanya Habib Munzir Al Musawa justru tersenyum saat meninggal dunia. Demikian Habib Nabil Al Musawa mengungkapkan kondisi Habib Munzir saat berpulang ke rahmatullah.
"Beliau meninggal dalam keadaan tersenyum," ujar kakak kandung Habib Munzir itu sambil menitikkan airmata di depan rumah duka, Jl Pancoran Indah I RT 08/04 Kompleks Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (16/9).
Tersenyum saat meninggal dunia mengingatkan kita pada jenazah para syuhada’. Misalnya dari foto-foto syuhada di Palestina, Mesir dan Suriah yang menunjukkan senyuman di wajah mereka. Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah, salah satu keistimewaan syuhada’ adalah diperlihatkan tempat tinggalnya di surga. Siapakah yang tidak bahagia ketika diperlihatkan bahwa tempat tinggalnya nanti adalah surga? Dan kebahagian pada saat menyongsong maut itu memancar dalam wajah dan mengembangkan bibirnya. Jadilah ia tersenyum.
Jika untuk para syuhada’ penjelasannya seperti itu, bagaimana dengan ulama dan para dai seperti Habib Munzir yang tidak meninggal dalam kondisi perang? Wallahu a’lam bish shawab. Bisa saja seseorang tidak meninggal dalam jihad qital fi sabilillah, tetapi ia menjadi syahid. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barangsiapa mengharapkan mati syahid dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan memberikannya meskipun ia mati di atas tempat tidur” (HR Muslim)
Maka kita berhusnudhan kepada seluruh muslim, terlebih para ulama dan da’inya yang berjuang membela agama Allah, ketika mereka meninggal dunia dalam kondisi beriman dan taat kepada Allah, mereka memperoleh husnul khatimah. Jika kemudian wajah mereka tampak bahagia atau senyum mengembang di bibir mereka saat meninggal dunia, barangkali itu adalah alamat atau tanda-tanda bahwa mereka bahagia berjumpa dengan Rabbnya.
Kembali mengenai Habib Munzir, sang kakak bercerita mengenai kesungguhan beliau dalam mendakwahi umat. Bahkan, sakit pun tak dirasa demi perjuangan agar umat mengikuti jejak Rasulullah. Dan karenanyalah, majlis taklimya diberi nama Majelis Rasulullah.
"Dalam keadaan pakai kursi roda beliau mengisi acara, bahkan pakai tempat tidur, beliau tetap ngisi. Penyakit beliau banyak, di kepala, tulang belakang, asma. Bahkan sampai ada cairan di perut, tapi alhamdulillah sudah berhenti."
Tidak hanya melakukan amar ma’ruf, Habib Munzir juga mengingatkan umat Islam dari bahaya Syiah yang suka mencaci sahabat. Padahal, Ali beserta putranya, Hasan dan Husein, yang diklaim Syiah sebagai imam mereka, tidak pernah mencaci sahabat dan sesama umat Islam.
Maka tulisan singkat ini bukan untuk ‘mengagungkan’ almarhum karena meninggal dalam keadaan tersenyum seperti kesaksian sang kakak, tetapi lebih sebagai ibrah dan renungan bagi kita. Agar kita bersiap menghadapi kematian dengan memperkokoh iman dan meningkatkan ketaqwaan. Terus menambah amal shalih dan tidak berhenti berjuang membela Islam. Hingga sampailah kita pada satu kalimat nasehat: “Dulu saat kita lahir orang-orang tersenyum dan kita menangis. Dan biarlah ketika kita mati, giliran orang-orang menangis, dan kitalah yang tersenyum.” [Abu Nida]
sumber: http://www.bersamadakwah.com/2013/09/di-balik-senyum-habib-munzir-al-musawa.html

Minggu, 20 April 2014

Wanita Yang Baik Agamanya itu...

Wanita Yang Baik Agamanya itu...

 Rasulullah Saw Bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wanita yang baik agamanya, ketika ia kaya, ia tidak sombong. Ia justru dermawan, suka berinfaq dan mendukung perjuangan dakwah suami dengan hartanya.

Wanita yang baik agamanya, ketika ia memiliki kedudukan tinggi dan nasab yang mulia, ia tidak menghina orang lain. Ia justru menjadi wanita yang mulia dan menggunakan kedudukannya untuk membela kebenaran.

Wanita yang baik agamanya, ketika ia cantik, ia tidak membuat suaminya resah. Ia justru menjadi penghibur hati dan penyejuk mata bagi suaminya tercinta. Wallahu a’lam bish shawab.

BACA ARTIKEL TERBAIK LAINYA 
BACA DISINI
 semoga bermanfaat ^_^

Kisah Si Cantik Dan Jelek, Bersabar Dan Bersyukur

Kisah Si Cantik Dan Jelek, Bersabar Dan Bersyukur

Ketika menelusuri sebuah jalan di kota Bashrah, Al Atabi melihat seorang wanita yang sangat cantik sedang bersendau gurau dengan seorang lelaki tua buruk rupa. Setiap kali wanita itu berbisik, laki-laki tersebut pun tertawa.

Al Atabi yang penasaran kemudian memberanikan diri bertanya kepada wanita itu. “Siapa laki-laki tersebut?”

“Dia suamiku”

“Kamu ini cantik dan menawan, bagaimana kamu dapat bersabar dengan suami yang jelek seperti itu? Sungguh, ini adalah sesuatu yang mengherankan” Al Atabi meneruskan pertanyannya.
“Barangkali karena mendapatkan wanita sepertiku, maka ia bersyukur. Dan aku mendapatkan suami seperti dirinya, maka aku bersabar. Bukankah orang yang sabar dan syukur adalah termasuk penghuni surga? Tidak pantaskah aku bersyukur kepada Allah atas karunia ini?”

Al Atabi kemudian meninggalkan wanita itu disertai kekaguman. Ulama Al Azhar, Dr Mustafa Murad, juga kagum dengan wanita itu sehingga memasukkan kisah ini dalam bukunya Qashashush Shaalihiin. Kedua ulama tersebut tidaklah kagum kepada wanita itu karena kecantikannya. Mereka kagum karena agamanya.

Dan benarlah pesan Rasulullah: “Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wanita yang baik agamanya, ketika ia kaya, ia tidak sombong. Ia justru dermawan, suka berinfaq dan mendukung perjuangan dakwah suami dengan hartanya.

Wanita yang baik agamanya, ketika ia memiliki kedudukan tinggi dan nasab yang mulia, ia tidak menghina orang lain. Ia justru menjadi wanita yang mulia dan menggunakan kedudukannya untuk membela kebenaran.

Wanita yang baik agamanya, ketika ia cantik, ia tidak membuat suaminya resah. Ia justru menjadi penghibur hati dan penyejuk mata bagi suaminya tercinta. Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]

BACA ARTIKEL TERBAIK LAINYA 
BACA DISINI

Kamis, 17 April 2014

Kisah Debat Nabi Muhammad saw vs Kristen/Nasrani

Kisah Debat Nabi Muhammad saw vs Kristen/Nasrani

Utusan dari kaum Nasrani Najran itu dipimpin oleh tiga orang terkemuka Najran, yakni Al-Aqib, Muhsin dan seorang oleh seorang uskup agung dengan diiringi pula dua orang Yahudi terkemuka. Utusan itu datang menemui Nabi di Madinah. Kedatangan utusan Nasrani Najran itu tidak ada maksud lain, kecuali untuk mendebat dan menantang nabi beradu argumen.
Setelah sampai di Madinah, utusan kaum Nasrani Najran itu kemudian menemui Rasul. Di depan nabi, sang uskup langsung mengajukan pertanyaan,” Wahai Abul Qasim (yang tak lain merupakan sebutan untuk nabi Muhammad), siapakah ayah nabi Musa?”
Nabi pun menjawab dengan sopan dan lembut, “Imran.”
Lalu, sang uskup itu bertanya lagi, “Lalu, siapakah ayah Yusuf?”
“Ya`qub,” jawab nabi tanpa ragu.
Sang uskup itu kemudian melanjutkan pertanyaan, “Semoga aku menjadi penebus bagi Anda. Lalu, siapakah ayah Anda?”
Nabi menjawab dengan tegas, “Abdullah bin Abdul Muththalib.”
Sang uskup itu bertanya lebih lanjut, “Siapakah ayah Isa?”
Sejenak Rasulullah diam. Wahyu dari Allah kemudian turun kepada nabi Muhammad, “(Katakan) ia ruh Allah dan kalimat-Nya.”
Sang uskup lalu bertanya lagi, “Dapatkah ia menjadi ruh tanpa memiliki tubuh?”
Lagi-lagi sebuah wahyu disampaikan pada nabi Muhammad SAW. Dan wahyu itu berbunyi, “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Jadilah (seorang manusia), maka jadilah dia’.” (QS. Ali Imran: 59)
Usai mendengar jawaban itu, sang uskup mengajukan keberatan pada nabi --yang mengatakan bahwa Isa as diciptakan dari tanah. Sementara, Rasul tak sedikitpun ragu karena nabi Muhammad menyandarkan kebenaran itu dari wahyu, “Kebenaran (mengenai Isa) itu datang dari Allah, Tuhanmu. Karena itu, janganlah termasuk orang yang ragu.” (QS. Ali Imran: 60)
Sang uskup lalu berkata, “Muhammad, kami tidak menemukan ini ada di dalam Taurat, Injil atau pun Zabur. Engkaulah orang pertama yang mengatakan tentang hal ini.
Seketika itu nabi mendapat wahyu dari Allah yang berbunyi, “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkanmu), maka katakanlah (kepadanya), ‘Mari kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian mari kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta’.” (QS. Ali Imran: 61)
Setelah mendengar ayat tersebut, para utusan itu ternyata tak mau kalah dan berkata, “Tetapkanlah bagi kita sebuah rapat yang khitmad (yang mana setiap pihak bermohon pada Allah untuk mengutuk pihak yang lain jika mereka pendusta).”
“Esok pagi –insyaallah,” jawab nabi.
Peristiwa Mubahalah
Malam akhirnya berlalu, dan hari kemudian berganti menjadi pagi.
Di pagi itu, nabi Muhammad menunaikan shalat subuh lalu menyuruh Ali untuk mengikuti beliau. Bersama itu pula, Fatimah menggamit Hasan dan Husain untuk mengikuti Ali. Sebelum berangkat, Nabi sempat memerintahkan kepada mereka, “Ketika aku berdoa, kalian harus mengatakan, ‘Amin’.”
Nabi bersama ahlul bait kemudian menuju tempat yang sudah disetujui kedua belah pihak sebelumnya guna mengadakan mubahalah (kedua pihak berbeda keyakinan mau membuktikan kebenarannya masing-masing dengan bersumpah kepada Allah serta bersama memohon kepada-Nya agar melaknat (mengutuk) dan menimpakan bencana besar kepada pihak yang batil).
Bersamaan itu, utusan kaum Nasrani itu pergi bersama dengan beberapa keluarga mereka menuju tempat tersebut. Kedua kelompok (keluarga nabi dan keluarga utusan kaum Nasrani) itu kemudian berdiri dalam keadaan terpisah menghadap ke arah sebuah bukit yang terlihat agak jauh.
Setelah kedua pihak itu bertemu, utusan dari kaum Nasrani meminta nabi untuk mengikrarkan mubahalah lebih dulu. Nabi maju beberapa langkah dan mubahalah pun hendak diikrarkan. Tapi, tiba-tiba terjadi satu hal di luar dugaan. Langit yang semula menentramkan, tiba-tiba tampak mencekam dan di atas bukit pun tampak awan hitam yang bergumpal-gumpal, bahkan makin lama justru semakin berwarna merah menyala mirip bola api yang berkobar terang dan menyala-nyala hendak menghancurkan segala sesuatu yang berada di bukit. Awan yang bergumpal itu kemudian berlahan-lahan bergerak ke tempat mubahalah, di mana kedua belah pihak berdiri.
Setelah melihat warna langit yang tiba-tiba mencekam itu, sontak utusan dari kaum Nasrani merasa merinding dan dicekam rasa takut. Hati mereka pun digerus perasaan gelisah, jika laknat itu benar-benar menjadi kenyataan. Maka para utusan dari kaum Nasrani itu saling pandang, dan salah satu dari mereka berkata, “Demi Allah, dia itu nabi sejati dan jika dia mengutuk kita, niscaya Allah menjawab doanya dan menghancurkan kita semua. Maka, satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan kita semua di sini adalah memohon kepadanya agar melepaskan kita dari rapat ini”.
Uskup agung menimpali ucapan itu, lantaran di hatinya digelayuti rasa takut yang tak bisa dilawan, “Wahai kaum Nasrani, sungguh aku melihat wajah-wajah manusia yang jika mereka minta pada Allah mengerakkan gunung, Dia pasti akan melakukannya. Jangan adakan rapat ini atau kalian akan dihancurkan dan tak akan ada lagi orang Nasrani tinggal di bumi hingga hari kebangkitan.”
Utusan kaum Nasrani itu pun menghadap pada nabi. Utusan dari kaum Nasrani itu meminta kepada rasulullah untuk mengurungkan mubahalah sebab mereka semua dicekam ketakutan yang sungguh luar biasa. Tak terbayangkan dalam benak mereka semua, jika laknat dari Allah itu benar-benar akan datang dan menghanguskan tubuh mereka. Tak terbayangkan, jika ucapan nabi untuk mengutuk utusan kaum Nasrani itu kemudian menjadi kenyataan. Maka utusan kaum Nasrani itu kemudian memohon kepada nabi, “Abul Qasim, bebaskan kami dari rapat yang khidmat ini.”
Suasana di tempat mubahalah itu pun serasa mencekam. Nabi melihat dengan jelas wajah-wajah utusan dari kaum Nasrani itu dilanda perasaan takut dan cemas. Dari raut wajah mereka itu, Nabi tahu bahwa permohonan mereka itu adalah bentuk kekalahan yang telak. Maka nabi menjawab, “Sungguh akan aku lakukan, Dia yang mengirimku dengan kebenaran adalah Saksiku dan jika saja aku mengutukmu, Allah tak akan menyisakan seorang Nasrani pun di muka bumi.”
Nabi Muhammad akhirnya memenuhi permintaan utusan Nasrani untuk mengurungkan mubahalah dan membatalkan laknat Allah itu tiba. Tetapi nabi memperingatkan bahwa mereka akan tetap ditimpa laknat Allah kalau mereka tidak menyadari akan kesalahan mereka lantaran telah berani menantang nabi untuk melakukan mubahalah.
Tak ingin ditimpa laknat Allah, mereka pun merindukan untuk selamat dari bencana yang sangat menakutkan itu. Maka tidak ada pilihan lagi bagi utusan kaum Nasrani itu untuk tidak mengajukan ganti rugi pada kaum muslimin berupa beberapa ratus potong pakaian. Rasul menyetujui, tetapi masih menyertakan syarat agar mereka tak menghalangi dan mempersulit utusan nabi yang akan dikirim ke Najran untuk mendakwahkan Islam bagi penduduk Najran.
Sejak saat itulah, tak ada lagi halangan dan rintangan dari kaum Nasrani ketika utusan Rasulullah menyebarkan agama Islam ke daerah Najran. Islam lalu berkembang dengan pesat, membawa umat mausia dari kegelapan menuju cahaya
BACA ARTIKEL TERBAIK LAINYA 
BACA DISINI

sumber http://nm-hidayah.blogspot.com/2008/05/kisah-perdebatan-nabi-dengan-pemuka.html

Nasehat Untuk Suami

NASEHAT UNTUK SUAMI

1. Hargai isterimu sebagaimana engkau menghargai ibumu, sebab isterimu juga seorang ibu dari anak-anakmu..

2. Jika marah, boleh tidak berbicara dengan isterimu, tapi jangan bertengkar dengannya (membentaknya, mengatainya, memukulnya)..

3. Kantung rumah adalah seorang isteri, jika hati isterimu tidak bahagia, maka seisi rumah akan tampak seperti neraka (tidak ada canda tawa, manja, perhatian),maka sayangi isterimu agar dia bahagia dan kau akan merasa seperti disurga..

4. Besar atau kecil gajimu, seorang isteri tetap ingin diperhatikan. dengan begitu, maka isterimu akan selalu menyambutmu pulang dengan kasih sayang..

5. 2 orang yang tinggal 1 atap (menikah) tidak perlu gengsi, bertingkah, siapa menang siapa kalah. karena keduanya bukan untuk bertanding melainkan teman hidup selamanya..

6. Di luar banyak wanita idaman melebihi isterimu,namun mereka mencintaimu atas dasar apa yang kamu punya sekarang, bukan apa adanya dirimu,saat kamu menemukan masa sulit, maka wanita tersebut akan meninggalkanmu dan punya pria idaman lain dibelakangmu..

7. Banyak isteri yang baik,tapi diluar sana banyak pria yang ingin mempunyai isteri yang baik dan mereka tidak mendapatkannya. mereka akan menawarkan perlindungan terhadap isterimu,maka jangan biarkan isterimu meninggalkan rumah karena kesedihan, sebab ia akan sulit sekali untuk kembali..

8. Ajarkan anak laki-lakimu bagaimana berlaku terhadap ibunya, sehingga kelak mereka tahu bagaimana memperlakukan isterinya..


BACA ARTIKEL TERBAIK LAINYA 
BACA DISINI

Semoga Bermanfaat..

Cerpen Romantisme Kalbu

Cerpen Romantisme Kalbu

Seluit Mutiara terbayang jelas di sudut ruang mushola. Tertutupi gorden putih pembatas antara akhwat dan ikhwan yang tarawih di mushola Baitul Jannah. Wajah Mutiara santun dan meneduhkan membuat aku senyum-senyum sendiri dalam hati berkata, “Andai bayangan itu bukan sekedar mimpi ..” lamunku dalam do’a mengkhusyuk harap jodoh terbaik yang dikirimkan Allah tepat pada waktunya.

Sedikit mendengar obrolan antara Mutiara dan kawan-kawannya disela tarawih. “Mutiara, si cantik udah ada yang punya belum?” tanya Lani menyemukan pipi merah merona Mutiara. Dia hanya senyum-senyum, malu-malu kucing serambi berkata, “Udah.” jawabnya mantap membuat terkejut orang-orang sekerumpulannya.

Ada neon tanda tanya bersinar kembali, “Mutiara sudah ada yang punya?” pikirku dalam hati melelahkan semangat berta’aruf dengan juwita tetangga depan rumahnya. Mutiara memang cantik, sholeh, santun, ramah terhadap siapapun. Pantas saja jika Annisa sudah mempunyai tambatan hati. lagi-lagi aku merenung memikirkan cinta yang bertepuk sebelah tangan dan lekas-lekas beristigfar agar tidak berlarut, “Astagfirulloh.”

Tapi pembicaraan tersebut belum selesai betul. Lani masih mencari tahu sosok yang kini singgah dihati Mutiara. Kekepoannya muncul seketika, “Ceile .. Siapa sih, mut?” kata Lani sambil menggoda Mutiara. Disambut cie lagi dari teman-temannya yang mendengarnya. “Ih, mau tau aja deh! RHS donk!” sahutnya serambi melipat mukenanya yang baru saja selesai sholat tarawih.

Lani belum puas dengan kekepoan yang belum terpecahkan, sekali lagi ia berusaha dan berusaha lebih lihai lagi dalam mengungkap isi hati Mutiara. “Curhat-curhat, mut! Kan kita pengin denger ceritanya kamu.” jurus Lani muncul lagi. Mutiara tersenyum kemudian menatap sahabat-sahabatnya dengan tatapan yang dalam dan penuh arti, “Temen-temen, sejak 50.000 tahun yang lalu sebelum aku dan kalian dilahirkan. Allah sudah mencatat segalanya tentang kita, tentang jodoh, rejeki dengan semua takdir yang akan dialami kita di dalam kitabnya ‘Lauhul Mahfudz’ yang terjaga ketat oleh para malaikat di arsy Allah, paling atas sana.” jelas Mutiara membuat semuanya berbinar. “Jadi, Kita semua udah punya masing-masing ni?” tanya Andin memantapkan. Mutiara mengangguk dan menambahkan lagi, “Tapi jodoh kita sedang dipingit sama Allah supaya kita bisa merasakan indahnya keajaiban Allah pada waktunya.” terang Mutiara serambi berjalan menuju rumah masing-masing.

Masih dari kejauhan, tepat 3 kaki dari langkah Mutiara, aku tersenyum penuh kelegaan seraya bersyukur memuji asma Allah, “Subhanallah, yang maha indah dan maha menciptakan keindahan, indahkanlah hati dan perbuatan ini agar sesuai dengan jalan-Mu, ya Allah.” lirihku hampir tidak terdengar di telinga mereka sama sekali. Namun dari Arah belakang Nadif yang memerhatikan aku berbinar melihat Mutiara, “DoOrRrrrr ..” lantangnya mengagetkanku. “Masbro, ngalamun aja! Kamu kenapa, asfa?” tanya Nadif sambil memerhatikan pesona Mutiara yang tak jauh dari jarak langkah kaki mereka.

Mereka sudah sampai didepan gang antara rumah Asfa dan Mutiara. Memang rumahku berhadapan dengan rumah Mutiara. Terletak didalam gang sempit penuh pemukiman dengan suasana yang asri dan menyejukkan. Kota yang disebut desa yang masih kental dengan nilai kebersamaannya. Tepat di gang sempit itu, Nadif mengamati dua rumah yang menjepit tepat dimana dirinya berdiri. Mau tak mau Asfa harus menemani Nadif mengamatinya, “Masuk aja yuk, dif!” ajak Asfa sedikit canggung di area itu. Nadif senyum-senyum nakal serambi ber-oh ria seperti berhasil mengerti sesuatu, “Fa, berarti kalo lo buka pintu rumah lo, lo bisa langsung liat bidadari lo ..” ucapnya sambil terbahak mengikuti langkah kaki Asfa yang sudah duluan masuk kedalam rumahnya.

“Ga kok, liat aja besok pagi ..” tantang Asfa mengangkat satu alisnya. Memutuskan Nadif untuk mengambil keputusan menginap di rumah Asfa. Tentu saja oleh keluargaku Nadif diperbolehkan menginap satu malam, karena keluarga kami sudah merekat satu sama lainnya. Sudah layaknya perangko yang selalu menempel surat, susah untuk dipisahkan saking rekatnya.



“Hoaaaaaaam ..” nguap Nadif membangunkan tidur pulasku. Aku memicingkan mata segera melepas mimpinya, “Bukannya do’a abis tidur malah nguap lebar banget.” kritik Asfa sambil bangkit ke ruang makan, dibalas Nadif dengan uapan yang makin lebar dan, “Iya-iya, alhamdulillah hilladzi ahyana ba’dama amatana wailaihin nusurr.” eja Nadif mengikuti Asfa makan sahur.

Di ruang makan semua sudah berkumpul. “Hmn, tante masakannya enak-enak nih, delicious.” puji Nadif sambil melahab habis gurame yang ada didepannya. “Eits, main makan aja, udah do’a belum?” kata Umi Asfa disambut dengan cengiran Nadif yang tidak enak dilihat, pengin buang muka melihatnya. “Oya, do’a lupa makan aja ya! Bismillahi awaluhu waakhiru.” ingatnya membuat semua tertawa. “Asfa, do’a sebelum makan dulu!” perintah Ayah dengan nada yang lembut, membuat Asfa segera memimpin do’a, “Allahumma bariklana fiimaa rozaktana wakina ngadha bannar.” khusyuknya kemudian dengan lahap menyantap sahur bersama.

“Ibumu, ajib banget masakannya. Aku mau lho jadi anaknya, makan enak terus ..” goda Nadif didepan ruang tamu menuju ke daun pintu. “Eits, gua yang buka!” pinta Asfa sambil merebut daun pintu itu. Nadif melepaskannya dan lola sebentar kemudian ber-oh loading nya berputar lagi. Asfa membuka pintunya, benar apa yang dipikirkan oleh Nadif dan Asfa sebelumnya. Biadadari hati Asfa sudah nampak didepan matanya. Bagai berada di etalase yang tak sanggup untuk menyentuhnya. Tapi ketika mata Mutiara dan Asfa bertemu mereka lekas-lekas menunduk dan menata hatinya. “Ghodul bashor ..” kata Nadif lirih.

Menundukkan pandangan adalah cara termudah untuk dua insan untuk tidak tergoda dengan bujuk rayu musuh yang nyata. Lalu bagaimana bila hati memang benar-benar ingin menatap sang pujaan lebih lama lagi? Dan berpikir untuk segera menjalin hubungan pacara dengan si dia? Ya itu jelas bertentangan dengan hukum Allah yang melarang pacaran dalam bentuk apapun.

Tahukah ketika dua insan berpacaran apa yang terjadi pada keduanya? Memang cuma pegangan tangan saja, atau cuma sms-an telephon-an atau cuma sebatas LDR saja. Tapi dari ‘cuma’ itu akan merembet pada perbuatan yang benar-benar tidak diinginkan. Sambil menyenggol Asfa yang kembali menunduk ketika mendengar penjelasan dari Ustadz Radit tentang apa si itu pacaran?

“Terus kalau ga boleh pacaran, cara kenalannya kaya gimana?” tanya Asfa seakan ingin tahu dengan semua penjelasan Ustadz Radit. Ustadz Radit memang terkenal supel terhadap permasalahan remaja. Ia paling peduli terhadap pergaulan remaja. Dan dengan mantap Ustadz Radit menjawab pertanyaan Asfa, “Ya ta’aruf lah, kenalan ala islam yang semakin membuat hati bergetar. Kalau memang Asfa ingin Mutiara, datangi ayah Mutiara, bilang baik-baik bahwa Asfa ingin mengkhitbah Mutiara. Jangan asal main tembak aja!” jelasnya membuat kepala Asfa mengangguk-angguk paham.



Asfa menarik nafas dalam-dalam, bersiap dengan segala keputusannya hari ini. Ia sudah membicarakan azzamnya untuk mengkhitbah Mutiara dengan kedua orangtuanya. Umi dan Abi Asfa segera menyambut keinginan anak sulungnya untuk menyudahi masa lajangnya. Hanya pesan umi untuk Asfa, “Menikah itu hakiki karena Allah, apapun yang terjadi semua kembalikan pada yang memiliki cinta hakiki itu.”

Seserahan untuk serah terima lamaran sudah siap. Mental dan hati sudah mantap. Tunggu apalagi? Hanya melangkah lima langkah dari rumah sudah sampai dirumah sang impian hati. “Fa, ayo! Rumah Mutiara udah rame tuh, tunggu apalagi?” tanya Umi sambil memperhatikan rumah Mutiara dari balik jendela. “Umi, duluan aja! Asfa mau sholat dulu.” jawabnya menyegerakan mengambil air wudhu kemudian sholat.

Umi dari kejauhan menitikkan airmatanya, “Anakku, akan membangun istananya dengan gadis yang sholehah, iapun bertambah sholeh setelah berkali-kali melihat kesholehahan Mutiara. Ya Allah, kuat hati ini untuk melihat kebahagiaan mereka yang benar-benar syahdu ini.” lirihnya namun tetap masih dapat terdengar oleh Asfa. Asfa bangun dari sholatnya, kemudian membalik menghampiri Uminya, memeluknya dan menghapus airmata yang menetes di mata Uminya, “Umi tenang saja, Asfa akan menjadikan Umi dan Mutiara sebagai sepasang bidadari terindah Asfa.” ucapnya seraya memeluk uminya lebih erat lagi.

Mereka menhapus tangis itu, kemudian siap melangkah lima langkah dari rumahnya. Ayahnya sudah berada di rumah Mutiara sedari tadi. Sedang bercengkrama dengan tetangga yang menatap beliau dengan wajah bahagia anaknya akan bersanding dengan kembang desa sholihah yang banyak diidam-idamkan oleh pemuda-pemuda di desanya.

“Assalamu’alaikum ..” sapa Asfa ramah menatap dengan bahagia rona-rona yang berseri. Celingukan mencari satu titik yang sedari dulu menggetarkan hatinya. Sambil bersholawat menenangkan hati. Acara dimulai. Sama seperti acara Lamaran pada umumnya. Tapi Mutiara tak kunjung keluar dari singgah sananya. Sabar harap-harap cemas dalam diamnya, sambil senyum menutupi kebahagiaan yang tiada taranya.

Kini tiba saatnya Mutiara keluar dari singgah sananya. Asfa sudah tidak sabar menanti saat-saat melihat Mutiara turun dari arah tangga dengan menggunakan gamis putih berumbai indah dibalut dengan kerudung yang makin menambah pesona paras nan ayu Mutiara. Asfa tersenyum menatap Mutiara penuh arti, namun lekas-lekas menunduk karena tahu belum saatnya untuk bisa melepas unek di kalbu. Belum saatnya, sampai tiba waktunya nanti dipelaminan. Pasti akan lebih indah tak terbayangkan lagi nantinya.

“Jadi nanti pernikahan kita adakan tanggal 18 Desember ya .. seminggu setelah lamaran.” seru Ayah Asfa mantap menyebutkan tanggal pernikahan Mutiara dan Asfa. “Seminggu?” tanya Nadif tak percaya. “Ya, karena Asfa sudah menyiapkan rencana ini sudah sejak jauh-jauh hari.” jawab Ayah Asfa membuat Nadif tak menyangka. Ternyata Asfa benar-benar serius atas keputusannya.



18 Desember

Ini bagai mimpi bagi Mutiara. Dia menikah di Aston tempat yang selama ini diidam-idamkan oleh banyak pasangan untuk melangsungkan acaranya di Aston. Tapi hari ini, dia bagai menjadi ratunya di tempat impian itu. Hotel megah di kota kecil yang benar-benar indah dan mengangumkan. Membuat semua mata memandang dirinya dengan penuh bahagia ditambah bangga. “Ahabah lianna Allah, tuntun dan bimbing aku di jalan Allah dengan cintamu yang indah.” ucapnya seraya menatap lekat wajah suaminya yang begitu tampan dengan hidung mancung layaknya bule berdarah jawa.

Asfa tersenyum kemudian mengecup kening istrinya dengan lembut. Dan mendekatkan tangan istrinya di hatinya, “Allah akan selalu dihati, degub ini berdetak kencang karena kuasa-Nya. Maa a’dhama sangadatii lillahi tangala.” ucapnya mengakhiri romatisme kalbu di antara kedua insan yang merindu Allah.

BACA ARTIKEL TERBAIK LAINYA 
BACA DISINI
 
Oleh: Lu’lu Mar’atus Sholihah, siswi SMA IT Al-Irsyad Purwokerto.
sumber : http://cyberdakwah.com/2013/08/cerpen-romantisme-kalbu/

Jumat, 11 April 2014

Ketika Pasangan Tak Seperti Yang Kita Inginkan

Ketika Pasangan Tak Seperti Yang Kita Inginkan


Ada banyak pasangan yang kemudian menyesal selepas menikah. Karena, pasangannya itu tak sebaik yang dia bayangkan selama ini. Karena, ternyata, pasangannya itu lebih banyak buruknya dari pada kebaikan yang selama ini ditampilkan. Dan, keluhan-keluhan sejenis itu.

Mungkin, teman kita ini sering melihat romantisme ala film India. Atau, bisa jadi, sahabat kita itu keseringan membaca kisah roman percintaan yang tak berimbang. Bisa juga, karena sahabat kita yang ini, dulunya, punya banyak mantan pacar. Sehingga membanding-bandingkan dengan pasangnya itu. Di sinilah, terletak salah satu hikmah mengapa Islam sangat melarang praktek pacaran, apapun alasannya.

Sejatinya, akar utama dari masalah itu, hanya satu: tidak bersyukur.
Ya. Mereka tidak menyadari, bagi istri, memilih anda sebagai suaminya merupakan keputusan yang tak ringan. Apalagi, jika dalam mengambil keputusan itu, ia harus berseberangan dengan keluarga besarnya.

Belum lagi, jika istri anda adalah mantan bunga desa. Banyak yang berminat, banyak yang mengkhitbah dan segera mengajaknya menikah. Jikapun kemudian dia memilih anda sebagai suaminya, bukan lantas bahwa anda adalah yang terbaik diantara yang datang. Ini lebih pada kesesuaian jiwa, kehendak Allah dan hal lain yang tidak bisa kita deskripsikan satu demi satu.

Anda mungkin juga lupa, bahwa suami anda, di luar sana, harus menundukkan mata dan hati dalam-dalam untuk tidak melirik wanita lain yang berdandan tidak sepantasnya. Bahwa mungkin saja, lelaki yang kini menemani anda sepanjang waktunya, adalah idaman yang sempat diminta untuk menikahi berbagai ragam calon istri.

Mulai dari yang ditawarkan oleh sahabatnya, guru ngajinya, ataupun teman kantor, tetangga dan kerabat-kerabatnya yang lain. Jikapun kemudian andalah yang menjadi istrinya, bukan bermakna bahwa anda adalah yang paling baik dibanding calon-calon yang pernah diajukan. Melainkan lebih pada takdir Allah, bahwa Dia hendak memberikan kebaikan yang banyak kepada anda berdua.

Belum lagi, pengorbanan di jalan Allah yang harus dilakukan oleh suami atau istri anda untuk menjalani biduk yang penuh dinamika ini.

Maka, ketika anda bersyukur, selesailah semua persoalan. Bisa jadi, dalam ketidakbaikan istri, terdapat kebaikan yang banyak bagi suami. Bisa jadi, dalam kekurangbaikan suami, ada kebaikan yang sangat banyak bagi istri.

Bersyukur, membuat anda lebih bahagia dengan yang ada. Karena mentari, tak mungkin mundur ke tempat terbitnya. Bukankah Allah tak mungkin salah menjodohkan? Bukankah jodoh tak mungkin tertukar?

Semoga Allah memberikan keberkahan kepada keluarga kita, dengan sesuatu yang kita senangi atau tidak kita senangi. Allah, selalu mempunyai maksud baik. Maka, jadilah pribadi yang bisa menemukan emas di tengah kubangan lumpur. Selanjutnya, didiklah pasangan anda sebagaimana anda mendidik diri sendiri. Jangan biarkan pasangan kita berhenti bertumbuh selepas menikah dengan anda.

BACA ARTIKEL TERBAIK LAINYA 
BACA DISINI
sumber: http://www.bersamadakwah.com/2013/12/ketika-pasangan-tak-sebaik-perkiraan.html

MAKNA KEHIDUPAN

MAKNA KEHIDUPAN

Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu Bersyukur kepada ALLAH SWT.

Kisah Inspirasi Penemu Sikat Gigi


Kisah Inspirasi Penemu Sikat Gigi

Penemu sikat gigi modern adalah orang Inggris bernama William Addis. Dia memakai tulang yang dilubanginya kecil-kecil, kemudian mengisinya dengan bulu binatang, serta mengelemnya menjadi satu.
William pun menjadi jutawan setelah idenya dikembangkan menjadi sikat gigi berbulu nilon dan diproduksi oleh perusahaan Amerika bernama ‘Du Pont’ pada tahun 1938.
Tahukah Anda, bahwa saat William Addis menemukan konsep sikat gigi, ia sedang mendekam di penjara? Tubuhnya di penjara, tapi pikirannya tidak terpenjara. Sementara banyak orang yang tidak di penjara, tetapi seringkali memenjarakan pikirannya sendiri.Penjara itu berupa kata-kata:
“Tidak mungkin”,
“Tidak bisa”,
“Tidak mau”,
“Tidak berani”, dan tidak tidak lainnya, yang kerap menjadi penghalang kita untuk berkembang.
Sang Pencipta memberikan kita potensi untuk dikembangkan, secara positif dan semaksimal mungkin. Jadi, jangan mengizinkan keadaan apapun memenjarakan pikiran kita.

"Mulailah memikirkan sebuah kemenangan daripada sebuah kekalahan."

Kisah Inspirasi Pendiri WhatsApp


Kisah Inspirasi Pendiri WhatsApp

Jan Koum adalah sang pendiri WhatsApp, lahir dan besar di Ukraina dari keluarga yang relatif miskin. Saat usia 16 tahun, ia nekat pindah ke Amerika, demi mengejar apa yang kita kenal sebagai “American Dream”.
Pada usia 17 tahun, ia hanya bisa makan dari jatah pemerintah. Ia nyaris menjadi gelandangan. Tidur beratap langit, beralaskan tanah. Untuk bertahan hidup, dia bekerja sebagai tukang bersih-bersih supermarket. “Hidup begitu pahit”, Koum membatin.
Hidupnya kian terjal saat ibunya didiagnosa kanker. Mereka bertahan hidup hanya dgn tunjangan kesehatan seadanya. Koum lalu kuliah di San Jose University. Tapi kemudian ia memilih drop out, karena lebih suka belajar programming secara autodidak.
Karena keahliannya sebagai programmer, Jan Koum diterima bekerja sebagai engineer di Yahoo!. Ia bekerja di sana selama 10 tahun. Di tempat itu pula, ia berteman akrab dengan Brian Acton.
Keduanya membuat aplikasi WhatsApp tahun 2009, setelah resign dari Yahoo!. Keduanya sempat melamar ke Facebook yang tengah menanjak popularitasnya saat itu, namun diitolak. Facebook mungkin kini sangat menyesal pernah menolak lamaran mereka.
Setelah WhatsApp resmi dibeli Facebook dengan harga 19 miliar dollar AS (sekitar Rp 224 triliun) beberapa hari lalu, Jan Koum melakukan ritual yang mengharukan. Ia datang ke tempat dimana ia dulu, saat umur 17 tahun, setiap pagi antre untuk mendapatkan jatah makanan dari pemerintah. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding tempat ia dulu antre. Mengenang saat-saat sulit, dimana bahkan untuk makan saja ia tidak punya uang.. Pelan2, air matanya meleleh. Ia tidak pernah menyangka perusahaannya dibeli dengan nilai setinggi itu.
Ia lalu mengenang ibunya yg sudah meninggal karena kanker. Ibunya yang rela menjahit baju buat dia demi menghemat. “Tak ada uang, Nak…”. Jan Koum tercenung. Ia menyesal tak pernah bisa mengabarkan berita bahagia ini kepada ibunya.

"Rezeki datang dari arah dan bentuk yang tidak terduga. Remaja miskin yg dulu dapat jatah makan itu kini jadi Triliuner"



sumber : http://iphincow.com/2014/03/07/kisah-pendiri-whatsapp/